Langsung ke konten utama

Menyikapi Wabah Covid-19





Saat ini kita semua dihadapkan terjadinya wabah virus Covid 19 atau dikenal juga dengan virus corona. Badan kesehatan dunia, WHO, menyatakan bahwa wabah virus ini sebagai pandemi yang menjadi masalah global. Pemerintah Indonesia pun telah menjadi virus corona ini menjadi bencana nasional. Virus corona jenis baru yang mewabah mulai akhir tahun 2019 di Wuhan China ini, kini telah menyebar ke 200 lebih Negara/Wilayah di dunia. Di seluruh dunia terdata lebih dari 150 ribu lebih kasus yang terkonfirmasi dan telah menyebabkan Ribuan orang lebih meninggal dunia. Massifnya penyebaran virus ini menyebabkan beberapa negara atau wilayah telah melakukan kegiatan lockdown untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini.



Kasus wabah virus corona ini adalah bagian dari bencana non alam. Dalam perspektif ajaran Islam, bencana dapat dimaknai sebagai musibah yang bisa menimpa kepada siapa saja, kapan dan di mana saja. Musibah adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Sebagaimana Allah tegaskan dalam alQur’an surat al-Baqarah ayat 155, yang berbunyi:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ – ١٥٥

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar

Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa musibah atau bencana adalah hal niscaya yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri. Ketauhi dan seorang mukmin akan menuntunkan bahwa berbagai peristiwa yang menimpa manusia bukanlah persoalan, karena manusia hidup pasti akan diuji dengan berbagai persoalan.

Peristiwa yang merupakan musibah merupakan takdir Allah. Takdir di sini dimaknai dengan sebuah ketetapan dan ketentuan Allah yang telah terjadi di hadapan kita. Hanya Allah saja yang mengetahui ketetapan dan ketentuan-Nya. 
Di antara hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai seorang muslim dan sekaligus bagian dari anggota masyarakat dalam pencegahan wabah virus corona ini adalah sebagai berikut:

Pertama,

Selain Kita harus menjaga kesehatan Fisik, Imun yang bagus kita pun harus Memperkuat dan mempertebal keimanan kepada Allah SWT. Iman yang kuat akan menuntunkan kita pada sikap hidup yang optimis dan yakin akan pertolongan Allah. Seorang muslim yang istiqomah dalam iman kepada Allah, maka akan ditiadakan rasa takut dalam dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Fushilat ayat 30:

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ – ٣٠

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata bahwa Tuhan kami adalah Allah dan mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dan berkata; “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu”

Perbanyak dzikir perlindungan


Wabah corona seperti sedang mengingatkan dunia :

Hai Dunia bagaimana rasanya terpisah dari orang dicintai ( seprti yg terjadi di IRAK)
Hai Dunia bagaimana rasanya kehilangan  dari orang dicintai ( seprti yg terjadi di SURIAH)
Hai Dunia bagaimana rasanya berada pada ancaman kematian ( seprti yg terjadi di Afganistan)
Hai Dunia bagaimana rasanya terisolasi ditempat sendiri( seprti yg terjadi di Palestina)
Hai Dunia bagaimana rasanya tidak bisa beribadah dimasjid ( seprti yg terjadi di UYghur)
Hai Dunia bagaimana rasanya jika kebebasanmu di batasi ( seprti yg terjadi di Rohingya)
Hai Dunia bagaimana dengan perutmu apa sudah kenyang ( seprti yg terjadi di Afrika)

Kedua,

Mengisolasi diri, menahan diri untuk tidak beraktifitas dengan banyak orang. Nabi Muhammad SAW telah bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

. Dengan kata lain, sebagai seorang muslim dituntut untuk mampu melakukan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sehingga dapat mengurangi resiko bencana, terutama terkait korban manusia.

 Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata,

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”

Mendengar hadits tersebut, Umar memilih kembali ke Madinah. Keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar. Menurut Abu Ubaidah, Umar tak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT, namun menuju ketentuanNya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut menguatkan keputusan khalifah tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit.

Ketiga,

Saling menguatkan dan tolong menolong. Tidak ada seorang pun yang ingin tertimpa musibah, terjangkit virus corona. 
Tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa dirinya akan terbebas dari virus corona.
 Untuk itulah setiap orang, terlebih seorang muslim, harus mau untuk saling menguatkan dan saling tolong menolong satu sama lain, bahu membahu bagaimana menciptakan kebaikan berupa melakukan pencegahan agar virus corona tidak mewabah ke banyak daerah atau tempat, dan tentu berharap tidak semakin banyak memakan korban meninggal dunia. Saling bertukar informasi yang valid dan benar. Bahkan bila suatu saat akan dilakukan lockdown, maka setiap anggota masyarakat bisa saling memberi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Bukan sebaliknya malah memanfaatkan kondisi bencana untuk meraup keuntungan pribadi. Al-Qur’an tegas mengajarkan kepada kita:

 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Q.S. AlMaidah ayat 2)

 itulah tiga hal yang bisa kita jadikan pedoman dalam menghadapi situasi-situasi sulit karena virus corona ini. Tetaplah kita dalam iman kepada Allah, jangan panik dan terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الأَسْقَامِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit sopak, gila, kusta, dan dari segala penyakit yang buruk/mengerikan lainnya.” (HR. Abu Dawud, Al-Nasai, Ibnu Hibban, dan selainnya)


“Ya Allah, hindarkanlah dari kami kekurangan pangan, cobaan hidup, penyakit-penyakit, wabah, perbuatan-perbuatan keji dan munkar, ancaman-ancaman yang beraneka ragam, paceklik-paceklik dan segala ujian, yang lahir maupun batin dari negeri kami ini pada khususnya dan dari seluruh negeri kaum muslimin pada umumnya, karena sesungguhnya engkau atas segala sesuatu adalah kuasa.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demokrasi di Indonesia

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa Orde lama, Semejak diberlakukan kembali UUD 1945 dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 juli 1959 maka berlakulah kembali demokrasi pancasila. Berlakunya demokrasi pancasila tidak berlangsung lama, karena semenjak pemerintahan Orde lama yang berkuasa dari april 1965 – 10 maret 1966 berlaku demokrasi terpimpin berdasar TAP MPRS. No. VIII/MPRS/1965. Pada masa Orde Baru Presiden begitu dominan baik dalam sufra maupun infra struktur politik. Akibatnya bannyak terjadi manipulasi politik seperti kebulatan tekakad atasnama rakyat, suburnya praktek KKN sehingga Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis multi dimensi yang berkepanjangan. Pada masa Orde Reformasi Pelaksanaan demokrasi pancasila pada masa reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada Parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk MPR, DPR mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis, sehingga dua kepala Negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabata...

Sosio Drama Proses Perumusan Dasar Negara (Darus Razka)

SIDANG BPUPKI 1    TOKOH : Dr. Radjiman Widyodiningrat , Mohammad Yamin, Kh. Wahid Hasyim, Soepomo, Ir. Soekarno, Mohamad Hatta, Ahmad Soebardjo, Narator   29 Mei 1945   Pada akhir tahun 1944, Jepang terdesak oleh sekutu, karena merasa keberadaannya terancam, maka Jepang memberikan janji kemerdekaannya kepada Indonesia. Sebagai tindak lanjut janji tersebut, maka dibentuklah BPUPKI pada tanggal 1 maret 1945 oleh letnan jendra Kumakichi Harada yang bertujuan mempelajari dan menyelidiki hal hal penting yang berkaitan pembentukan negara merdeka. Dr. Radjiman Widyodiningrat dilantik sebagai ketua dan sebagai wakilnya adalah Ichibangase Yosio (Jepang) dan Soeroso (Indonesia). BPUPKI pun mengadakan sidang pada tanggal 29 mei- 1 juni 1945. Tanggal 29 Mei 1945 BPUPKI mengadakan sidang pertama sekali atas usulan Dr.Radjiman Widyodiningrat untuk membahas dasar negara. Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 Moh. Yamin memulai mengeluarkan pendapatnya mengenai dasar negara. (P...