• Memilih Pemimpin


    Memilih Pemimipin…. oleh DAdang RUStandi, S.Pd (Darus)

    بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
    قُلِ الَّلهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ
     وَتُذِ لُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    Katakanlah wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkauanugrahkan kekuasaan bagi siapa yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaa dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki, dalam tangan-Mu segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu (Q.S Ali Imran : 26)

    Mencermati kehidupan suhu politik daerah maupun Nasional menjelang pemilihan umum seperti sekarang ini ada semacam kekuatan yang menggiring perhatian kita pada figur pemimpin itu pada aspek penting, yaitu aspek agama. Peta politik nasional dan daerah saat ini dipandang sangat wajar  mengingat penduduk negri ini merindukan pemimpin yang teguh dalam agama indah dalam sikap prilakunya sesuai ajaran agama islam.
    Terlepas dari  siapapun yang menjadi pemimpin atau yang terpilih nanti kekuatan mayoritas keislaman ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena bisa jadi upaya marginalisasi umat ini dalam kepemimpinannya. Ekstrimitas-ekstrimitas keagamaan sekalipun datang dari islam, meskipun diperdebatkan, mengapa kita menekankan pentinya mengangkat pemimpin dari kalangan muslim yang tangguh. Hal ini tak lain adalah adanya trauma sejarah kepemimpinan, dimana posisi umat islam dengan kepentingan-kepentingan sosial politiknya sering terabaikan, namun jika calon-calon pemimpin itu terdiri dari kalangan umat islam yg memang teruji keislamannya, maka tentu yang seharusnya terpilih itu adalah figur-figur yang siap mengakomodasikan kepentingan umat, disamping memiliki kualitas intelektual yang memadai untuk jabatan tersebut. Karena menurut pandangan islam pemimpin itu memiliki tanggung jawab yang tidak kecil. Al-Qur’an menuliskan bagaimana sebenarnya tugas pemimpin itu diantaranya dijelaskan QS : Al-Hajj 41.
    الَّذِينَإِنمَّكَّنَّاهُمْفِي الْأَرْضِأَقَامُواالصَّلَاةَوَآتَوُاالزَّكَاةَوَأَمَرُوابِالْمَعْرُوفِوَنَهَوْاعَنِالْمُنكَرِوَلِلَّهِعَاقِبَةُ الْأُمُورِ
    Orang-orang yang jika kami kukuhkan kedudukan mereka di muka bumi, mereka mendirikan Sholat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, dan kepada Alloh kesudahan segala urusan QS Al-Hajj : 41
              Mendirikan sholat adalah lambang hubungan baik dengan Alloh sedang menunaikan zakat adalah lambing perhatian yang ditujukan kepada masyarakat, amr ma’ruf mencakup segala macam kebaikan, adat kebiasaan, dan budaya yang sejalan dengan nilai-nilai Aqidah sedang nahi ‘anilmungkar adalah perwujudan sikap penegakan hokum-hukum Alloh.
              Dalam Q.S Ali Imran : 26 

    قُلِ الَّلهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ
     وَتُذِ لُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
    Dijelaskan bahwa ada pemimpin yang dihinakan oleh Alloh karena ia tidak berhasilmelaksanakan kepemimpinannya dengan baikkarena mengikuti prinsip-prinsip kekuasaan politik secara sewenang-wenang pemimpin seperti inilah yang harus kita hindari.
              Sementara pada ayat QS Alhajj :41 tadi secara jelas dinyatakan bahwa kepemimpinan seperti itulah yang dikehendaki. Bukan saja dirinya mampu menjalin komunikasi dengan Robbnya melalui ibadah sholat, namun juga sangat dibutuhkan rakyat, yakni kesejahteraan ekonomi melalui lambang penunaian Zakat.
              Untuk membedakan kepemimpinan yang dikehendaki dengan yang tidak kita biasa mncermati sejarah Khalifah Umar Bin Khottob Ra.
              Khalifah Umar RA. Pernah bertanya kepada rakyatnya “Demi Alloh, aku tidak tahu, apakah aku ini seorang khalifah atau seorang raja?” kala itu beliau mendapat jawaban “wahai amirul mu’minin, sesungguhnya antara seorang khalifah dan seorang raja itu terdapat suatu perbedaan. Khalifah itu tidak mau mengambil sesuatu kecuali dengan hak, kemudian ia tidak berkehendak pula mengeluarkannya kecuali dalam hak pula, sedangkan seorang raja mengambil sesuatu dari sini kemudian mengeluarkannya kesana”
              Tampaklah kepada kita bahwa sesungguhnya khalifah Umar itu memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk berbicara, membukakan pintu bagi setiap orang ber amar ma’ruf dan bernahi munkar seluas-luasnya.
              Menurut Khalifah Umar RA dirinya seumpama rombongan orang yang berjalan jauh menuju suatu tujuan, semua bekal diserahkan kepada dirinya untuk diatur oleh dirinya sendiri “ tegurlah aku bila sekiranya aku pergunakan bekal tersebut sekehendak hatiku atau mengutamakan kepentingan diriku sendiri semata-mata”
              Seorang Khalifah tidaklah melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyatnya sendirinya, seorang Khalifah memerlukan kawan-kawan dan para pembantu untuk menjalankan siasatnya, melancarkan pekerjaan dan tugasnya dengan baik. Olehkarenanya bahwa kecurangan, kezaliman, kemunduran, kekalahan, kemunduran ekonomi, semuanya itu mempunyai sebab-musabab yang saling berangkai dan penyebab keadaan semacam itu adalah kelemahan iman dan kemalasan terhadap praktek ibadah kepada Alloh.
    Barang siapa memelihara Sholatnya, maka ia sudah memelihara agamanya dan barang siapa menyia-nyiakan Sholatnya, maka ia akan lebih menyia-nyiakan urusan-urusan lainnya.
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ.
    (QS An Nisa:59)
     
    Dalam kata "ulil amri" (pemimpin) tidak menggunakan kata 'athi'uu'. Tetapi dalam sebelumnya ada Athi'ullaah wa athi'urrasuul. Mengapa demikian? Karena dalam 'ulil amri' bermakna mukhoyar/memilih, dalam artian kita ta'at kepada ulil amri (pemimpin) atau calon ulil amri itu harus kepada orang yg mendekati untuk ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya
    Jadi kaidah dalam memilih pemimpin dalam Islam adalah :
    "Memilih orang yg mempunyai kemampuan dan mumpuni agamanya, paham halal haram, sehingga akan lebih taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian dia kita dudukan sebagai pemimpin.. Setelah itu... ketika memimpin dia berlaku zhalim maka hanya dia yg menanggung dosanya, pemilih bebas dari dosa mereka. Mengapa? Karena mereka paham agama.  Namun apabila kita mendudukan pemimpin yang tidak mumpuni agamanya kemudian dia berlaku zhalim, bukan sekedar mereka yg berdosa, tetapi termasuk yg memilihnya akan mendapat bagian dosanya. Mengapa demikian? Karena mereka sudah tahu calon pemimpin tadi tidak bisa ngaji, tidak mengerti halal- haram, tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya kok di pilih!
    Termasuk yang tidak memilih akan dimintai pertanggungjawabannya. Karena dalam hadits HR. Imam Atthobroni,dijelaskan bahwa  dalam perjalanan dengan 3 orang saja wajib memilih salah seorang menjadi pemimpin, dan wajib mentaatinya (selagi tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-nya) apalagi dalam berbangsa dan bernegara yang mempunyai kepentingan sangat besar.

    Abu sa'id al khudri berkata, Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam besabda "Apabila keluar tiga orang untuk melakukan safar maka hendaknya memilih pemimpin (amir) salah satu di antara mereka .."(HR. Imam Atthobroni)

              
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Darus Razka

Darus Razka
Lakukanlah hal yang kecil dengan cinta yang besar

Laman

Mengenai Saya

Foto saya
Lakukanlah hal kecil dengan cinta besar

Demokrasi di Indonesia

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa Orde lama, Semejak diberlakukan kembali UUD 1945 dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5...

Obrolan santai

Jam